Revolusi & Dunia Wanita

Oleh: Retno Palupi (Komisariat Fakultas Hukum UGM)

Revolusi sebagai suatu gerakan perubahan yang menyertakan semua massa pengikut setianya tanpa memandang kelas apalagi perbedaan sex, harus terus didorong dan ditingkatkan intensitasnya. Karena selama ini, suatu perjuangan selalu memandang perbedaan gender.

Perempuan dianggap sebagai kaum kedua yang kemampuannya selalu di bawah laki-laki. Mungkin banyak yang bilang begitu, padahal kalau kita membuka wawasan lebih luas lagi tentunya gambaran mengenai kelemahan wanita hanyalah apologi belaka yang diungkapkan oleh mereka yang sebenarnya tidak menyadari tentang gender atau emansipasi. Kenyataan sehari-hari dapat dijadikan sebagai bukti, bahwa sistem telah memarginalkan wanita baik dibidang sosial, politik, hukum, agama dan masih banyak lagi. Jika wanita hanya diizinkan berdiri dibalik pria maka sia-sialah perjuangan R. A. Kartini dan menangislah ibu pertiwi meratapi nasib kaumnya. Di Indonesia wanita mulai berbenah diri menyusun kekuatan untuk melakukan suatu "revolusi" bagi kaumnya. Arti revolusi ini adalah suatu perubahan melalui gerakan untuk mencapai kesetaraan posisi dalam menentukan arah kemerdekaan kehendak dan pemikiran. Munculnya LSM-LSM perempuan dan tokoh-tokoh perempuan hebat, menciptakan sosok kepahlawanan baru yang mendorong perempuan Indonesia untuk bangkit bersama-sama kaum laki-laki dalam memperjuangkan kebenaran.

Kebangkitan wanita di era ini bukanlah suatu ekspansi kewenangan melainkan suatu kebangkitan kesadaran wanita itu sendiri untuk memperbaiki dirinya agar tidak selalu tergantung pada perintah pria.

Munculnya kaum-kaum yang menamakan dirinya feminis yang melambangkan kelembutan "romantisme" wanita, kemandirian dan perjuangan keras diantara kaum "maskulin" pria. Kaum feminis itu lahir dan berkembang di negara-negara barat, seolah-olah merupakan suatu pemberontakan dari kaum wanita dan sekarang ini sudah menjalar ke berbagai negara termasuk ke Indonesia. Mengenai perkembangan pemahamannya pun sudah lebih bervariasi tidak begitu radikal seperti paham aslinya tetapi menye-suaikan dengan keadaan dimana wanita itu berada. Figur kaum feminis barat lekat sekali dengan gambaran seorang wanita karier tanpa suami, bahkan tidak jarang dari mereka adalah lesbian, anti terhadap pria, menghindari perilaku maskulin, dan hal lain yang mungkin agak ganjil. Tetapi begitulah adanya jika seorang wanita berjuang sepenuh hati maka akan mengubah perilakunya sehingga lain dari orang kebanyakan.

Satu hal yang begitu mengganjal adalah pekerjaan-pekerjaan domestik yang tanpa disadari telah begitu melekat pada sosok wanita. Secara historis wanita memang bekerja sebagai ratu dapur, melahirkan anak, mengurus suami dan rumah. Itu adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Tetapi harus juga diakui bahwa pada masa perjuangan mencapai kemerdekaan kaum wanita banyak berkecimpung di dunia medis, menyelamatkan para korban perang dan merawat mereka. Posisi itu sangat terhormat karena merupakan lembaga penyelamat sekaligus pendukung perjuangan. Tidak sedikit wanita yang berjuang dengan frontal di medan laga sejajar dengan pahlawan pria. Rasa cinta terhadap bangsa dan rakyat menuntunnya berjuang dan bahkan mengorbankan nyawa bagi bangsa dan negara ini. Jadi, jika wanita bangkit melakukan suatu "revolusi" bukanlah hal yang baru karena sudah sejak dulu wanita berjuang bahkan hingga sekarang perjuangan wanita tidak pernah pudar bahkan terus berkobar, tentunya dalam berbagai manifestasi.

Akan tetapi bagaimanapun bentuk revolusi yang dilakukan oleh wanita tidak akan menghilangkan ciri khas wanita sendiri. Tuntutan wanita terhadap persamaan hak dengan kaum pria harus dibenarkan. Selama ini wanita tidak diberi kesempatan yang sebanding dengan kaum pria. Sebutlah dalam isu kepemimpinan yang sedang bergulir sekarang ini. Padahal jumlah penduduk yang berkelamin wanita lebih tinggi dan semakin meningkat dibanding kaum pria. Seharusnya dengan kuantitas dan kualitas itu wanita mampu mengembangkan diri disemua lini dan menggalang kekuatan bersama-sama kaumnya agar tidak selalu menjadi korban pelecehan baik pelecehan seksual ataupun pelecehan-pelecehan lainnya yang pada intinya menyudutkan wanita.

Perkembangan wacana mengenai revolusi bagi wanita perlu dilakukan. Wanita di masa mendatang adalah orang-orang yang cerdas, bukanlah pribadi-pribadi yang gampang menyerah. Untuk melakukan revolusi perjuangan seorang wanita tidak harus menjadi aktivis organisasi ataupun lembaga, tetapi dengan menunjukkan sikap tegas yang akan memperlihatkan kesan yang berwibawa bagi siapapun yang memandangnya, karena pada dasarnya setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, kholifah fil ard.